Wednesday, April 16, 2014

orbit dan Gerak Benda Langit Pada Orbit Dalam Hukum Kepler

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Seperti teori yang telah diungkapkan oleh Aristarcus yang kemudian dipopulerkan oleh Nicolas Copernicus bahwa “yang menjadi pusat tata surya adalah matahari dan planet-planet berputar mengelilingi matahari”, tentu akan timbul pertanyaan seperti apakah bentuk lintasan planet-planet guna mengelilingi matahari. Dalam pembahasan orbitpun terdapat teori yang diungkapkan oleh johannes kepler yang menjelaskan perihal pergerakan planet peda orbitnya. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami akan mengulas beberapa permasalahan tentang hal di atas. Untuk mempermudah dalam pembahasan kami membuat beberapa rumusan masalah sebagaimana tertera pada poin B.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bentuk Orbit
2.      Garak  Benda Langit Pada Orbit di Hukum Kepler







BAB II
PEMBAHASAN

1.      Bentuk Orbit
Berdasarkan pendapat para ilmuan astronomi tentang mataharilah yang menjadi pusat tata surya dan planet berputar mengelilinginya, pastinya kita ingin mengetahui seperti apakah bentuk lintasan perputaran planet mengelilingi matahari. Para Ilmuwan banyak yang berpendapat bahwa bentu orbit Planet-planet adalah ellips. Pernyataan bahwa bentuk lintasan planet mengelilingi Matahari adalah ellips pertamakali diungkapkan oleh astronom Johannes Kepler pada tahun 1609. Pada saat itu Kepler merupakan asisten sekaligus rekan kerja dari astronom besar Tayco Brache. Kepler mangungkapkan bahwa bentuk orbit adalah ellips sesuai dengan hukum pertamanya yang berbunyi “ planet-plane mengitari matahari menurut lintasan yang berbentuk ellips dengan matahari disalah satu titik apinya”. Lintasan planet hanya sedikit menyimpang dari bentuk lingkaran sejati atau dengan kata lain aksitensitas ellips kecil.[1] Dalam pandangan Johannes Kepler bahwa planet-planet yang beredar itu terikat pada persyaratan tertentu, maka dari sinilah Kepler menggunakan tiga buah hukum yang salah satunya tersebut di atas.
Walaupun bisa menjelaskan bahwa orbit sebuah planet dalam mengelilingi Matahari adalah berupa ellips, namun Kepler tidak tahu mengapa berbentuk ellips dan bukannya lingkaran sempurna, meskipun dalam geometri bentuk ellips merupakan variasi dari lingkaran sempurna. Barulah setelah Sir Isaac Newton mengungkapkan bahwa gravitasilah yang bertanggung jawab tentang bentuk ellips orbit pada bukunya yang berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica pada tahun 1686.[2]
Pada waktu itu, hukum Kepler ini dianggap klaim radikal, karena yang berlaku kepercayaan (terutama di epicycle berbasis teori) adalah bahwa orbit harus didasarkan pada lingkaran yang sempurna. Teori Kepler sangat bertentangan dengan teori yang diyakini di masa itu, yaitu teori yang dikemukakan oleh ptolomeus mengatakan bahwa “semua benda langit bergerak melingkari sabuah titik, dan lintasan benda ini disebut epicycleEpiclycle bergerak dalam lingkaran lebih besar yang disebut deferent. Bumi bukan pusat deferent , melainkan terletak tidak terlalu jauh dari pusat deferent.”[3]
Ketika planet-planet bergerak maka akan menghasilkan lintasan seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:
Hukum Kepler yang kedua berbunyi “setiap Planet bergerak sedemikian sehingga suatu garis khayal yang ditarik dari Matahari ke planet tersebut mencakup daerah dengan luas yang sama dalam waktu yang sama”.[4] Oleh sebab itu kecepatan Bumi mengelilingi Matahari berubah tergantung jarak Bumi ke Matahari.
Hukum Kepler yang ketiga “pangkat dua waktu peredaran sebuah planet mangitari Matahari berbanding lurus dengan pangkat tiga jarak rata-rata planet tersebut ke Matahari”.
2.      Garak  Benda Langit Pada Orbit di Hukum Kepler
Hukum Kepler pertama: “Lintasan Setiap planet mengelilingi Matahari merupakan sebuah ellips, dengan Matahari terletak pada salah satu fokusnya”. Secara geometris sebuah lingkaran dan ellips merupakan bangun kurva tertutup yang serupa, hanya dibedakan oleh nilai eksentrisitas (kelonjongan). Dalam ellips, eksentrisitas bernilai antara 0 hingga 1 sehingga terdapat dua pusat (fokus) dan dua sumbu, yakni sumbu utama dan sumbu minor. Eksentrisitas dalam ellips merupakan rasio antara selisih jarak kedua pusat dengan setengah sumbu utamanya. Semakin besar eksentrisitas sebuah ellips, semakin besar jarak antara kedua pusatnya sehingga semakin panjang pula sumbu utamanya dibandingkan sumbu minor, yang membuat ellips semakin lonjong. Sebaliknya semakin kecil eksentrisitasnya, semakin kecil pula jarak antara kedua pusatnya sehingga semakin kecil pula sumbu utamanya dibandingkan sumbu minor, yang membuat ellips semakin melingkar.
 Ellips merupakan sebuah kurva tertutup sedemikian sehingga jumlah jarak pada sembarang titik P pada kurva itu ke dua titik yang tetap (disebut fokus, F1 dan F2) tetap konstan. Yaitu, jumlah jarak F1 P+F2 P tetap sama untuk semua titik pada kurva.[5]


Hukum Kepler kedua berbunyi “setiap Planet bergerak sedemikian sehingga suatu garis khayal yang ditarik dari Matahari ke planet tersebut mencakup daerah dengan luas yang sama dalam waktu yang sama”.[6] Karena itulah Bumi mengelilingi Matahari dengan kecepatan sesuai jaraknya ke Matahari. Pada titik Perihelium Bumi mempnyai laju tercepat dan di titik Aphelium Bumi mempunyai laju terlambat.[7]
keterangan: Dua daerah yang diarsir mempunyai luas yang sama. Planet bergerak dari titik 1 ke titik 2 dengan waktu yang sama dengan geraknya dari titik 3 ke titik 4. Planet bergerak paling cepat pada bagian orbitnya yang paling dekat dengan Matahari, dan paling lambat pada bagian orbitnya yang paling jauh dengan Matahari.[8]
Hukum Kepler ketiga berbunyi “pangkat dua waktu peredaran sebuah planet mangitari Matahari berbanding lurus dengan pangkat tiga jarak rata-rata planet tersebut ke Matahari”. Maka dari hukum Kepler yang ketiga ini, stidaknya memberikan gambaran bahwa waktu edar atau priode revolusi sebuah Planet mempunyai hubungan dengan jarak rata-rata Planet tersebut dengan Matahari.
 Hukum Kepler yang ketiga ini dipublikasikan sepuluh tahun setelah hukum kesatu dan kedua pada tahun 1609, setelah Kepler selesai menganalisis data posisi planet–planet hasil observasi Tyco Brahe selama bertahun–tahun yang tercetak dalam “Rudolphine Tables”
Jika T adalah waktu peredaran Bumi mengelilingi Matahari dan dinyatakan dengan satuan tahun dan R adalah jarak rata-rata Bumi ke Matahari dinyatakan dengan AU (satuan Astronomi) maka persamaan di atas akan menjadi:
Sebagai contoh jika Bumi memiliki jarak rata-rata ke Matahari 3,5 AU maka:




DAFTAR PUSTAKA
Giancolli, Fisika Jilid 1, edisi kelima.
Slamet Hanbali, Pengantar Ilmu Falak Menyimak Proses Pembentukan Alam Semesta. Jawa Timur. Bismillah Publiser. 2012,
http//dziyaulfa.files.wordpress.com/2013/12/kepler 2. Di akses pada tanggal 02-04-2014
 http//rppratio.files.wordpress.com. di akses pad



[1] Slamet Hanbali, Pengantar Ilmu Falak Menyimak Proses Pembentukan Alam Semesta, Bismillah Publiser, Jawa Timur, 2012, hal.188
[2] http//dziyaulfa.files.wordpress.com/2013/12/kepler 2. Di akses pada tanggal 02-04-2014
[3] http//rppratio.files.wordpress.com di akses pada tanggal 02-04-2014
[4] Giancolli, Fisika Jilid 1, hal.157
[5] Giancolli, Fisika Jilid 1, hal.156
[6] Ibid,
[7] Slamet Hanbali, Pengantar Ilmu Falak Menyimak Proses Pembentukan Alam Semesta, hal.189
[8] Giancolli, Fisika Jilid 1, hal.156

Friday, April 11, 2014

Baik dan Buruk serta keutamaan Akhlak

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Di dalam mempelajari Ilmu Akhlak seringkali kita berjumpa dengan istilah baik, dan buruk. Pengertian beserta prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya merupakan suatu keharusan bagi kita untuk mengetahuinya, hal ini agar dalam kita bertindak sesuai dengan etika dan akhlak yang baik. Hal ini tidak lain agar kita dapat membedakan mana akhlak yang baik mahmudah, dan mana akhlak yang buruk  madzmumah.  Dengan kita mengetahui manakah akhlak yang baik dan mana akhlak yang buruk, maka kita dapat memilah untuk menjalankan akhlak-akhlak yang baik dan benar.
Dalam kasampatan ini kami akan mengulas sedikit tentang baik, buruk beserta ukurannya, keutamaan akhlak, dan pembagian akhlak mahmudah dan madzmumah. Dengan rangkaian rumusan masalah sebagia mana tertulis pada poin dua.
2.      Rumusan Masalah
a.       Pengertian Baik dan Buruk beserta ukurannya
b.      Pokok-pokok keutamaan Akhlak
c.       Akhlak mahmudah dan Akhlak Madzmumah



BAB II
PEMBAHASAN
a.      Pengertian Baik dan Buruk beserta ukurannya
Pengertian “baik” menurut Ethik adalah sesuatu yang berharga untuk suatu tujuan. Sebaliknya yang tidak berharga, tidak berguna untuk tujuan, apabila yang merugikan, atau yang meyebabkan tidak tercapainya tujuan adalah “buruk”.[1] Sedangkan menurut hamka sebagaimana katanya,”orang telah semufakat bahwa yang baik adalah yang lebih kekal faedahnya,meskipun menyusahkan di waktu kini.Yang buruk ialah yang membawa celaka,meskipun senang kelihatannya sekarang”[2]
Pada pengertian baik dan buruk juga ada yang subyektif dan relatif,baik bagi seseorang belum tentu baik bagi orang lain.Sesuatu yang baik bagi seseorang apabila hal itu sesuai dan bermanfaat untuk tujuannya. Akantetapi mungkin hal itu juga buruk bagi orang lain, karena hal tersebut tidak akan berguna bagi tujuannya. Setiap orang memiliki tujuan yang berbeda-beda, bahkan ada yang saling bertentangan, sehingga sesuatu yang berguna bagi seseorang belum tentu berguna bagi orang lainnya.[3]
Sedangkan menurut faham Utiliterisme landasan memilih tindakan mana yang betul adalah sebagai berikut: pertama, ukuran sebuah moralitas dari sebuah tindakan manusia adalah melihat akibat-akibat  yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Apabila akibat yang dilakukan itu baik, maka tindakan tersebut secara moral betul, sebaliknya apabila tindakan itu akibatnya tidak baik, maka tindakan tersebut menjadi salah.
Kedua, akibat yang disebut baik adalah yang berguna. Sedangkan yang dimaksud berguna adalah kegunaan yang menunjang apa yang bernilai pada dirinya sendiri, yang baik pada dirinya sendiri.
Ketiga, yang baik pada dirinnya sendiri adalah kebahagiaan. Oleh karena itu tindakan yang betul dalam arti moral adalah yang menunjang kebahagiaan. Sedangkan yang dimaksud paham ini adalah nikmat dan kebebasan dari perasaan yang tidak enak, karena dua hal itu termasuk yang selalu diinginkan oleh manusia.
Keempat, utilitarisme menuntut agar seseorang selalu mengusahakan akibat baik atau nikmat sebanyak-banyaknya.[4]
Tujuan dari masing-masing sesuatu,walaupun berbeda-beda,semuanya akan bermuara pada satu tujuan yang di namakan baik, semua mengharapkan mendapatkan yang baik dan bahagia ,tujuan akhir yang selama ini dalam ilmu ethik “ Kebaikan Tertinggi “, yang dalam istilah latin dinamakan Summum Bonum atau bahasa Arabnya Al-Khair al-Kully, atau disebut juga kebahagiaan yang universal.
Sedangkan menurut akhlak Islam, perbuatan itu selain baik juga harus benar, yang benarpun harus baik. Karena dalam Ethik yang benar belum tentu baik dan yang baik belum tentu benar. Seperti halnya menasehati menjadi baik adalah benar, akan tetapi apabila menasehatinya dengan cara mengejek atau mencaci adalah tidak baik.
Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa suatu hal dapat dikatakan baik apabila baik untuk tujuan kita yang kekal, walaupun menyusahkan diwaktu sekarang, dan merupakan perbuatan yang benar menurut agama dan sosial. Sedangkan buruk apabila hal tersebut akan menghambat untuk mencapai tujuan kita dan tidak memberikan kemanfaatan bagi kita untuk di waktu yang akan datang.
b.      Pokok-pokok Keutamaan Akhlak
Menurut adam smith keutamaan akhlak atau moral berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang pantas dikagumi dan disanjung. Tindakan yang mengandung keutamaan pantas dikagumi karena tindakan tersebut benar-benar hebat, luar biasa, dan mengagumkan. Tindakan seperti itu berada pada tataran yang jauh melampaui tataran tindakan yang vulgar dan biasa. Karena itu keutamaan bersifat unggul dan mengagumkan atau suatu kualitas yang luar biasa.[5]
Menurut Hamka “yang lebih utama ialah orang yang berpendirian sederhana, dipikirkannya kepentingan kaum dan keluarganya dengan kepentingan kaum dan bangsa, dan masyarakat umumnya. Tumbuh rasa di dalam hatinya bahwa sebagai orang hidup dia wajib berbuat baik kepada segenap yang bernyawa, manusia atau binatang, dan dirinya sekalipun”.[6]
Sedangkan beberapa filosuf mengungkapkan beberapa pendapat antara lain, Leibnizt mengatakan, “ keutamaan ialah suatu kesenian, di dalam mencapai kebahagiaan diri sendiri, dengan jalan membahagiakan orang lain.” Aristoteles mengatakan, “keutamaan itu ialah membiasakan berbuat baik.”  Filosuf lain mengatakan , “keutamaan itu ialah melakukan kewajiban lantaran telah teradat dan telah dibiasakan.” Filosuf lain juga barpendapat bahwa, “keutamaan ialah mengorbankan segenap tenaa untuk mengerjakan petnjuk akal yang waras, timbul dari rasa cinta dan pengharapan.”[7]
Plato membagi macam-macam keutamaan menjadi empat bagian besar yang menjadi pokok sebagian hal yang utama, yaitu: Pertama, menjaga diri agar tidak mengerjakan yang salah. Kedua, Berani menegakkan kebenaran. Ketiga, Tahu rahasia hidup dari pengalaman. Keempat, Sederhana dalam segala perkara.
Sedangkan hamka menjelaskan keutamaan yang dibagi menjadi empat bagian utama, yaitu al-Hikmah, al-Saja’ah, al-‘Iffah, al-Adalah sebagai berikut.
1.      Al-Hikmah
Hamka mengatakan, “hikmah itu bahasa Arab, yang dalam bahasa Indonesia boleh diartikan rahasia.” “Hikmah ialah keadaan batin yang dengan hikmar dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah segala perbuatannya yang berhubungan dengan ikhtir.” Sedangkan socrates berpendapat, “hikmat adalah jauh pandangan, dalam pengertian, kena ditujunya bila dia menahan hati kebenaran.”
2.      Al-Saja’ah
Hamka mengatakan, “saja’ah, ialah kekuatan gadhab (marah) itu dituntut oleh akal, baik majunya dan mundurnya”. Seperti saat kita marah, kita dapat menangendalikan kemarahan kita menggunakan akal kita.
3.      Al-iffah
Hamka mengatakan, “’iffah artinya pandai mengendalikan diri sendiri.” Pandai mengendalikan diri yang dimaksud di sini adalah dapat menguasai diri pada saat melakukan tindakan.


4.      Al-‘Adalah
Hamka mengatakan, “Sedangkan yang dimaksud dengan “adl (adil) adalah keadaan nafs, yaitu sesuatu kekuatan batin yang dapat mengendalikan diri ketika marah atau ketika syahwatnya naik.” [8]

c.       Akhlak Mahmudan dan Akhlak Madzmumah
1.      Akhlak Mahmudah
Akhlak Mahmudah adalah “Baik” dalam bahsa arab disebut “khair”, dalam bahasa inggris disebut “good”. Dari beberapa kamus dan ensiklopedia diperoleh pengertian “baik” sebagai berikut :
a)   Baik berarti sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan.
b)   Baik berarti yang menimbulkan rasa keharuan dalam keputusan, kesenangan persesuaian, dst.
c)   Baik berarti sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan dan member keputusan.
d)   Sesuatu yang dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, member perasaan senang atau bahagia, bila ia dihargai secara positif
          Jadi, akhlakul karimah berarti tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah. Akhlakul karimah dilahirkan berdasarkan sifat-sifat yang terpuji. Orang yang memiliki akhlak terpuji ini dapat bergaul dengan masyarakat luas karena dapat melahirkan sifat saling tolong menolong dan menghargai sesamanya. Akhlak yang baik bukanlah semata-mata teori yang muluk-muluk, melainkan ahklak sebagai tindak tanduk manusia yang keluar dari hati. Akhlak yang baik merupakan sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya.
2.      Pengertian akhlak mazmumah
  Akhalak mazmumah ialah perangai atau tingkah laku yang tercermin pada diri manusia yang cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang lain, atau dapat dikatakan juga akhlak yang buruk.
Dalam beberapa kamus dan ensiklopedia dihimpun pengertian “buruk” sebagai berikut:
a.       Rusak atau tudak baik, jahat, tidak menyenangkan, tidak elok, jelek.
b.       Perbuuatan yang tidak sopan, kurang ajar, jahat, tidak menyenangkan.
c.       Segala yang tercela, lawan baik, lawan pantas, lawan bagus, perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma atau agama, adat istiadat, dan masyarakat yang berlaku. 
3.      Macam-macam Akhlak Mahmudah
a)   Bersifat baik
b)   Bersifat benar
Benar ialah memberitahukan (menyatakan) sesuatu yang sesuai dengan apa-apa yang terjadi.
c)   Bersifat amanah
Amanah ialah kesetiaan, ketulusan hati, kepercayaan atau kejujuran.
d)   Bersifat adil
Sesuatu bisa dikatakan adil apabila seseorang mengambil haknya dengan cara yang benar atau memerikan hak orang lain tanpa mengurangi haknya.
e)   Bersifat kasih sayang
Pada dasarnya sifat kasih sayang (ar-rahman) adalah fitrah yang dianugerahkan Allah kepada makhlukNya. Ruang lingkup ar-rahman dapat diutarakan dalam beberapa tingkatan, yaitu:
  Kasih sayang dalam lingkungan keluarga
  Kasih sayang dalam lingkungan tetangga dan masyarakat
  Kasih sayang dalam lingkungan bangsa
  Kasih sayang dalam lingkungan keagamaa
f)    Bersifat hormat
Hormat (al-iqtishad) ialah mengguanakan segala sesuatu yang tersedia berupa harta benda, waktu, dan tenaga menurut ukuran keperluan. Mengambil jalan tengah, tidak kurang dan tidak berlebihan.
g)   Bersifat berani
Berani bukanlah semata-mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya.
h)   Bersifat kuat
Kuat termasuk dalam rangkaian fadhilah akhlakul karimah yaitu kekuatan pribadi manusia yang meliputi kekuatan fisik dan jasmani, kekuatan jiwa dan akal.
i)  Bersifat malu
Malu adalah malu terhadap Allah dan malu kepada dirinya sendiri apabila melanggar peraturan=peraturan Allah.
j) Menjaga kesucian diri adalah menjaga diri dari segala tuduhan, fitnah, dan perbuatan keji lainnya. Hal ini dapat dilakukan mulai dari memelihara hati (qalbu) untuk tidak membuat rencana dan angan-angan yang buruk.
k)   Menepati janji
Janji ialah suatu ketetapan yang dibuat dan disepakati oleh seseorang untuk orang lain atau dirinya sendiri untuk dilaksanakan sesuatu ketetapannya.
4.      Macam-macam Akhlak Madzmummah
a)   Sifat dengki
Dengki menurut bahasa (etmologi) berarti menaruh perasaan marah karena sesuatu yang amat sangat kepada kekurangan orng lain.
b)   Sifat iri hati
Iri berarti merasa kurang senang melihat kelebihan orang lain, kurang senang melihat orang lain beruntung , cemburu dengan keberuntungan orang lain, tidak rela apabila orang lain mendapat nikmat dan kebahagiaan.
c)   Sifat angkuh
Sombong yaitu menganggap dirinya lebih dari orang lain sehingga ia berusaha menutupi dan tidak mau mengakui kekurangan dirinya, selalu merasa lebih besar, lebih kaya, lebih pintar, lebih dihormati, dan lebih beruntung dari yang lainnya.
d)   Sifat riya
Riya yaitu berbuat amal karena didasarkan ingin mendapat pujian dari orang lain, agar dipercayai orang lain, agar ia dicintai orang lain, karena ingin dilihat orang lain.

BAB III
1.      Kesimpulan
            suatu hal dapat dikatakan baik apabila baik untuk tujuan kita yang kekal, walaupun menyusahkan diwaktu sekarang, dan merupakan perbuatan yang benar menurut agama dan sosial. Sedangkan buruk apabila hal tersebut akan menghambat untuk mencapai tujuan kita dan tidak memberikan kemanfaatan bagi kita untuk di waktu yang akan datang.
Keutamaan Akhlak menurut Hamka terbagi menjadi empat bagian utama yaitu, Al-Hikmah, As-Saja’ad, Al-‘Iffah, dan Al-‘Adalah.
Akhlah terbagi menjadi dua yaitu Akhlak Mahmudah dan Akhlak Madzmummah.
a.       Akhlak Mahmudah adalah akhlak yang baik, dan beikut beberapa macamnya:
-          Bersifat  baik
-          Bersifat benar
-          Bersifat amanah
-          Bersifat adil
-          Bersifat kasih sayang
-          Barsifat hormat
-          Bersifat berani
-          Bersifat kuat
-          Bersifat malu
-          Menjaga diri
-          Menepati janji
b.      Akhlak Madzmummah akhlak yang buruk atau tercela, dan berikut beberapa macamnya:
-          Sifat dengki
-          Sifat iri hati
-          Sifat angkuh
-          Sifat riya


DAFTAR PUSTAKA
Djatnika, Rachmat.1992. Sistem etika islam. Jakarta. Pustaka Panjimas
Hamka.1956. Pelajaran Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
______.1984.  Falsafah Hidup. Jakarta. : Pustaka Panjimas
Haris, Abd. 2010. Etika Hamka. Yogyakarta: L



[1] Rachnat Djatnika, Sistem etika islam, PUSTAKA PANJIMAS, Jakarta.1992, cet ke-2, hal 34
[2] Hamka, Pelajaran Agama Islam, BULAN BINTANG, Jakarta. 1956, hal. 185
[3] Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam,.......hal. 34-35
[4] Abd. Haris, Etika Hamka, LKIS, yogyakarta. 2010, hal. 111
[5] Abd. Haris, Etika Hamka,.....hal. 122
[6] Hamka, Falsafah Hidup, PUSTAKA PANJIMAS, jakarta, 1984. Hal. 83
[7] Abd. Haris, Etika Hamka,.....hal. 123
[8] Abd. Haris, Etika Hamka,.....hal. 125