Tuesday, May 6, 2014

Perkembangan Ilmu Falak



BAB I
PENDAHULUAN

 1.1 Latar Belakang
Semakin bertambahnya kebutuhan manusia, maka bertambah pula keilmuan dan pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Seperti ilmu yang kami pelajari saat ini, yakni Ilmu Falak. Bagi beberapa kalangan, istilah imu Falak mungkin masih terkesan kuno, lantaran tidak bersinar mentereng sebagaimana ilmu umum lainya.[1]Namun tidak bagi kami, ilmu Falak bagaiamanapun adalah khazanah keilmuwan penting yang harus selalu dilestarikan.
Ilmu Falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit, seperti matahari, bulan, bintang-bintang, dan benda-benda langit lainnya dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-benda langit itu sendiri serta kedudukan dari benda-benda langit lainnya.[2] Dan Ilmu falak merupakan bagian dari ilmu keIslaman karena berhubungan erat dengan keabsahan ibadah yang dilakukan seorang muslim.[3] Hal inilah yang menjadi tugas dan tanggung jawab kita sebagai mahasiswa yang mengkaji dan mendalami ilmu falak untuk menghidupakan kembali ilmu keislaman yang sangat penting ini. Oleh karena itu, makalah ini kami buat kiranya dapat memberikan gambaran mengenai perkembangan ilmu falak. Namun, lebih khusus kami akan membahas pada masa kejayaan islam.

1.2 Rumusan Masalah
 Untuk mempermudah pemahaman mengenai perkembangan ilmu falak pada masa kejayaan islam, maka kami dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana perkembangan ilmu falak pada masa kejayaan islam?
2.      Siapakah tokoh-tokoh ilmu falak pada masa kejayaan islam?





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Ilmu Falak Pada Masa Kejayaan Islam

          Pada abad III H, yaitu pada kejayaan Daulah Abbasiyah, perkembangan ilmu falak mengalami kemajuan yang sangat berarti, yang ditandai dengan proses penerjemahan karya-karya di bidang astronomi ke dalam bahasa Arab. Pada tahun 773 M, ada seorang pengembara India yang menyerahkan sebuah buku data Astronomi yang berjudul Sindhin (sidhanta)kepada kerajaan islam di Bagdad. Kemudian oleh kholifah Abu Ja’far al-Manshur (719-775 M) memerintahkan Muhammad Ibnu Ibrahim al-Farizi ( 796 M ) untuk menerjemahkan buku-buku tersebut ke dalam bahasa Arab. Atas usaha inilah al-Fazari dikenal sebagai ahli falak pertama di dunia islam.[4]
          Kegiatan penerjemahan karya-karya astronomi terus berkelanjutan, termasuk karya-karya dari bangsa Yunani, dan sebagian besar karya bangsa Yunani yang sangat mempengaruhi perkembangan ilmu falak di kalangan umat islam adalah the sphere in the movement ( al-kurrah al-Mutaharrikah ), karya Antolycus,Ascentions of the signs ( mathali’ al-Buruj ) karya Aratus, Introduction of Astronomy ( al Madhkhal ila Ilmi Falak ) karya Hipparchus, dan Almagesty karya Ptolomeus.
          Kitab-kitab itu bukan hanya sekedar diterjemahkan akan tetapi di tindak lanjuti lebih dalam lagi dengan berbagai penelitian-penelitian yang baru serta berkelanjutan sehingga memperoleh teori-teori yang baru. Dari sini juga muncul tokoh falak di kalangan umat islam yang cukup berpengaruh, yaitu Abu Ja’far bin Musa al-Khawarizmi (780-847 M) sebagai ketua observatorium al-Makmun, dengan mempelajari karya al-Fazari (sidhanta), dia behasil sebagai orang pertama yang mengolah sistem penomoran india menjadi dasar operasiaonl Ilmu Hisab (perhitungan).
          Disamping penemuan tersebut, dia juga mengelurkan teori-teori yang monumental antara lain: penemuan angka 0 (nol) India, maka terciptalah pecahan desimal sebagai kunci terpenting dalam        perkembangan ilmu Hisab, penyusunan pertama tabel Trigonometri Daftar Logaritma yang masih berkembang sampai sekarang, penemuan kemiringan zodiak ( ekliptika ) sebeasar 23,5 derajat atas ekuator.
          Sehingga pada masa itu al-Khawarizmi menjadi tokoh yang terkenal dan penting sebagai pelopor pengembangan astronomi. Memang pada masa Khalifah al-Makmun, ilmu falak mengalami perkembangan yang sangat pesat , yaitu sejak al-Makmun mendirikan observatorium di Sinyar dan Junde Shahfur Bagdad, dengan meninggalkan teori yang digunakan oleh yunani kuno dan membuat teori sendiri dalam menghitung kulminasi matahari, juga menghasilkan data-data yang berpedoman pada buku shindhind yang disebut “Tabel of Makmun” dan oleh orang Eropa dikenal dengan “Astronomos” atau “ Astronomy”.[5]
         
2.2 Tokoh Muslim dalam Perkembangan Ilmu Falak pada Masa Kejayaan Islam

          Berikut ini, kami akan paparkan tokoh-tokoh beserta sumbangsihnya dalam perkembangan ilmu falak pada masa kejayaan islam, sebagaimana yang kami kutib dari referensi ([6]) kami:
a.       Abu Ma’sar al-Falaky (788-885 M) merupakan seorang ahli falak dari Balkh (Khurasan) yang di Eropa dikenal dengan nama Albu Masar. Beliaulah yang menemukan adanya pasang naik dan pasang surut air laut sebagai akibat dari posisi bulan terhadap bumi. Karya-karya beliau antara lain al-Madkhal Kabiir, al-Kabir, Ahkam al-Sinni wa al-Kawakib, Itsbat al-Ulum, dan Haiat al-Falak.
b.       Ibn Jabir al-Battani (858-929 M) yang di dunia barat dikenal dengan nama Albatenius. Beliau melakukan perhitungan jalan bintang, garis edar dan gerhana, membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin, menetapkan garis kemiringan perjalanan matahari, panjangnya tahun sideris dan tropis, musim-musim serta lintasan matahari semu dan sebenarnya, adanya bulan mati,serta fungsi sinus, tangen, dan cotangen. Di antara karya-karya al-Battani adalah membuat perbaikan serta tambahan terhadap buku syntasis karya Ptolomeus, dalam judul barunya  Tabril al-Maghesty, di samping bukunya sendiri yang berjudul Tamhid al-Musthafa li Ma’na al-Mamar.
c.       Abu Raihan al-Biruni (388-440 H / 973-1048 M.) berasal dari Paris, ia sangat termashur namanya dalam sejarah pertumbuhan ilmu Falak, sehingga beliau diberi gelar al-Ustadz fi al-‘Ulum (maha guru), karena selain ahli perbintangan, juga menjadi bintang cendekiawan dalam zaman keemasan Islam (Golden Era of Islam) karena juga menguasai berbagai bidang ilmu seperti filsafat, matematika, geografi, dan fisika.  Beliau telah menemukan teori tentang rotasi bumi dan mampu menentukan garis bujur dan garis lintang untuk setiap daerah (kota) di permukaan bumi dengan akurasi yang sangat teliti. Karyanya antara lain “Al-Atsar Baqiyyat min Al-Qurun al-Khaliyat”  yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Cronology of Ancient Nations dan kitab  Al-Qanun al-Mas’udy fi al-Haiat wa al-Nujumi (sebuah ensiklopedi astronomi yang dipersembahkan kepada Sultan Mas’ud Mahmud) yang ditulis pada tahun421 H/1030 M. Menurut Prof. Ahmad Baiquni, al-Biruni adalah orang yang pertama menolak teori Ptolomeus, dan menganggap teori Geosentris tidak masuk akal, karena langit yang begitu besar dan luas dengan bintang-bintangnya dinyatakan mengelilingi bumi sebagai pusat tata surya. Oleh karena itu, al-Biruni dipandang sebagai peletak dasar teori heliosentris.
d.      Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Katsir al-Farghani seorang ahli falak yang berasal dari Farghana, Transoxania, sebuah kota yang terletak di tepi sungai Sardaria, Uzbekistan. Di kalangan ilmuwan Barat ia dikenal dengan nama Alfarganus. Karya-karya besarnya seperti Jamawi al-ilm al-Nujum wa Harakat al-Samawiyyat, Ushul ‘Ilm al-Nujum, Al-Madkhal ila ‘ilm Haiat al-Falak, dan Fushul al-Tsalatsin, masih tersimpan di Oxford, Paris, Kairo dan perpustakaan Princeton University. Karya-karya tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Yohanes Hispalamsis dari Seville dan Gerard dari Cremona dengan nama “Compendium” yang dipakai pegangan dalam mempelajari ilmu perbintangan oleh Astronom-astronom Barat, seperti Regiomontanus.
e.       Maslamah Abul Qasim al-Majriti, jasa terbesar beliau ialah merubah tahun Persi dengan tahun Hijriyah  di Andalusia, dengan meletakkan bintang-bintang sesuai awal tahun hijriyah.
f.        Ali bin Yunus dengan karyanya “Zaij al-Kabir al-Hakimi” yang berisi antara lain tentang Astronomis matahari, bulan dan komet.
g.       Abu Ali al-Hasan bin al-Haytam (965-1039) seorang pakar falak dari Bashrah, yang terkenal dengan bukunya “Kitab al-Manadhir” dan tahun 1572 M diterjemahkan dengan nama “Optics” yang merupakan temuan baru tentang refraksi (sinar bias).
h.      Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin al-Hasan Nasiruddin at-Tusi  berasal dari Marogho (Asia Kecil), telah membangun observatorium di Maragha atas perintah Raja Hulaghu Khan. Dengan observatoriumnya, ia telah berhasil membuat tabel-tabel data astronomis benda-benda langit dengan nama Jadwal al-Kaniyan serta membuat Astrologi guna menentukan kedudukan tiap-tiap bintang di langit, terutama mengenai lintasan, ukuran dan jarak planet Merkurius, terbit dan terbenam, ukuran dan jarak matahari dan bulan, dan kenaikkan bintang-bintang. Karya-karya beliau antara lain al-Mutawassit baina al-Handasah wa al-Hai’ah (kumpulan karya terjemahan dari Yunani tentang Geometri dan Astronomi), at-Tadzkir fil ilm al-hai’ah dan Zubdah al-Hai’ah (Intisari Astronomi).
i.        Muhammad Turghay Ulughbeik (797-853 H./ 1394-1449 M) lahir di Salatin, Iskandaria, dan pada tahun 823 H./1420 M berhasil membangun  observatorium di Samarkand. Karya dan temuan yang monumental berupa Jadwal Ulughbeik (zij sulthani), yaitu tabel Astronomi tentang matahari dan bulan. Tabel yang berupa data astronomi ini banyak dijadikan rujukan pada perkembangan ilmu hisab selanjutnya, termasuk kitab klasik yang berkembang di Indonesia Sullam al-Nayyirani juga menggunakan tabel dari UlughBeik. Pada tahun 1650 M Jadwal Ulughbeik diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh J. Greaves dan Thyde, dan oleh Saddilet disalin dalam bahasa Perancis.

          Beberapa tokoh yang kami kemukakan di atas telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu falak pada masa kejayaan Islam. Perkembangan ilmu falak di tubuh Islam masih tetap berlanjut hingga kini. Dan sudah mengalami perkembangan sesuai dengan ilmu pengetahuan, Al-Qur’an dan Sunnah.


BAB III
KESIMPULAN

Dari beberapa paparan tersebut, maka kami dapat menarik kesimpulan bahwa perkembangan ilmu falak mengalami kemajuan pada kejayan Daulah Abbasiyah, yang ditandai dengan proses penerjemahan karya-karya di bidang astronomi ke dalam bahasa Arab. Tokoh falak di kalangan umat islam yang cukup berpengaruh, yaitu Abu Ja’far bin Musa al-Khawarizmi (780-847 M) sebagai ketua observatorium al-Makmun, dengan mempelajari karya al-Fazari (sidhanta), dia behasil sebagai orang pertama yang mengolah sistem penomoran india menjadi dasar operasiaonl Ilmu Hisab (perhitungan).


BAB IV
PENUTUP
 
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari atas kesalahan kami, dan kami harap kritik dan saran yang bersifat membangun guna memperbaiki makalah kami.

  

DAFTAR PUSTAKA

Izzuddin, Ahmad, ilmu falak praktis, (Semarang: Komala Grafika, 2006)
Maimun, Ahmad, ilmu falak teori dan praktik, (Kudus:2011)
Muhyiddin, khazin, Ilmu falak dalam teori dan praktik, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004)
Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang: UIN-Malang Press, 2008).


[2] Ahmad Maimun, ilmu falak teori dan praktik, (Kudus:2011), Hal.Pendahuluan
[3] Ahmad Izzuddin, ilmu falak praktis, (Semarang: Komala Grafika, 2006), Hlm. 4
[4] Muhyiddin, khazin, Ilmu falak dalam teori dan praktik, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004), Hlm. 23
[6] Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), Hlm. 25-28

0 comments:

Post a Comment